Direktur HK Metals Pratama Girindra Wirawan: Kepemilikan saham saja tidak cukup

6 November 2021 | Sumber: kontan

Reporter: Dityasa H. Forddanta | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setiap orang memiliki alasan untuk memiliki saham. Ada yang sekadar belajar, mengincar cuan, bahkan ingin memiliki kontrol langsung atas perusahaan.

Pratama Girindra Wirawan, Direktur PT HK Metals Utama Tbk (HKMU) memilih alasan terakhir. "Saya bukan trader, tapi memang memiliki saham di perusahaan untuk menjadi lebih besar," ujarnya kepada KONTAN belum lama ini.

Saham perusahaannya tidak spesifik meski 60% portofolio saham miliknya merupakan saham perusahaan terbuka. Namun, ada satu kesamaan. Saham perusahaan yang dia pilih merupakan perusahaan menengah ke bawah.

Perusahaan-perusahaan itu juga kebanyakan perusahaan keluarga atau perusahaan yang tengah dalam kesulitan. "Di sini memang passion saya, membantu perusahaan itu keluar dari kesulitan, atau membuatnya menjadi lebih profesional," tandas pria dengan sapaan Gerry ini.

Latar belakangnya sebagai seorang bankers yang membuat Gerry menjadi seperti sekarang. Selama menjalani kariernya di industri perbankan, dia banyak bertemu berbagai macam perusahaan dengan beragam karakteristik pemiliknya.

Ada satu kesimpulan yang Gerry ambil. Inklusi keuangan, terutama untuk perusahaan menengah ke bawah, masih minim. Sehingga, masih banyak perusahaan yang sejatinya memiliki prospek bisnis yang menarik, namun tidak dijalani secara profesional. "Padahal, semua perusahaan kalau dijalani secara profesional pasti akan bagus," tandasnya.

Tidak sampai dilaporkan polisi

Apa yang Gerry lihat selama menjadi bankir terus mengusiknya. Dia benar-benar ingin membantu perusahaan supaya menjadi lebih besar.

Namun, keinginannya itu baru dia lakukan di medio 2014. Masih berstatus karyawan sebuah bank, Gerry membuka jasa penasihat keuangan untuk perusahaan. 

Barulah pada 2018, Gerry memutuskan untuk terjun langsung ke sektor riil. "Percobaan pertama, gagal," kenang Gerry.

Kala itu, dia mencoba berbisnis di sektor konstruksi bersama sejumlah teman. Alih-alih jalan, modal yang dikumpulkan justru amblas. 

"Untungnya enggak ada yang laporin saya ke polisi," kata Gerry sembari tertawa.

Itu hanya candaan Gerry. Sebab, sejak awal teman-temannya berkomitmen untuk saling mendukung. "Mereka juga tahu cara kerja saya seperti apa.Tidur pagi bangun pagi lagi. Setahun minimal sekali masuk rumah sakit," tutur Gerry.

Alih-alih bubar akibat kegagalan tersebut, justru ada satu pihak yang menyediakan ruangan kantor supaya Gerry bersama teman-temannya yang memang memiliki keahliannya masing-masing untuk lebih fokus. 

"Pokoknya, proyek yang satu gagal, cari yang lain," tegas Gerry.

Usaha tak mengkhianati hasil. Gerry berhasil menjual proyek properti dengan nilai yang cukup besar, Rp 350 miliar.

"Saya masih pakai motor Mio, deal dengan orang yang naik Land Rover. Mulai dari sini, saya bangkit," jelas Gerry.

Sejak saat itu, Gerry semakin rajin berinvestasi dalam bentuk yang lain, yakni networking. Dengan cara ini pula Gerry akhirnya mampu merealisasikan cita-citanya memiliki saham sekaligus memiliki kemampuan untuk mengendalikan. 

Sebab, menurut Gerry, mau seperti apa pun kondisinya, pemilik perusahaan hampir pasti memiliki conflict of interest. Jadi, jika ingin diperbaiki, bakal lebih fair kalau Gerry juga memiliki saham sekaligus hak suara yang kuat di perusahaan yang bersangkutan.

"Take and give. Saya bantu perbaiki, tapi saya boleh ambil sebagian besar saham. Atau, ambil sahamnya di harga diskon," terang Gerry.

Sejatinya, sangat memungkinkan jika Gerry sekadar membeli saham seperti investor kebanyakan tanpa harus pusing ikut mengurusi perusahaan secara langsung. Namun, sesuai dengan profil risikonya, Gerry lebih suka mengambil risiko namun ada pemasukan besar di baliknya.