Harga Minyak dan Gas Alam Memanas, Intip Rekomendasi Saham Emiten Migas
Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik antara Rusia dengan Ukraina turut memanaskan harga sejumlah komoditas energi. Harga minyak mentah dan gas alam menguat dalam beberapa waktu terakhir.
Mengutip Bloomberg, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman April 2022 berada pada level US$ 94,03 per barel pada Jumat (25/2). Harga ini merupakan level tertinggi setidaknya dalam setahun. Sementara itu, harga gas alam berada di level US$ 4,50 per mmbtu.
Analis Panin Sekuritas Timothy Wijaya menilai, harga komoditas minyak seharusnya bisa meningkat lagi ke depan. Kenaikan harga minyak ini akan tergantung dari sejauh mana eskalasi dari konflik Rusia dan Ukraina terjadi.
Meski demikian, terdapat sejumlah sentimen global yang juga akan mempengaruhi harga minyak. Jika dilihat, negara anggota OPEC+ tidak bisa mencapai target produksi saat ini. “Hal itu juga menjadi salah satu pemicu tingginya harga minyak,” terang Timothy kepada Kontan.co.id, Jumat (25/2).
Analis Samuel Sekuritas Indonesia Farras Farhan menilai, kenaikan harga minyak dan gas alam pada dasarnya akan lebih berdampak pada emiten yang memang memiliki keterikatan langsung oleh kenaikan dua komoditas ini, seperti PT Elnusa Tbk (ELSA).
Untuk emiten yang berada dalam cakupan analisis Farras, yaitu PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), kenaikan harga migas dinilai tidak terlalu berdampak ke kinerja.
Hal ini karena AKRA merupakan emiten distribusi minyak refined sehingga tidak terlalu berdampak pada harga minyak Brent dan WTI. Sedangkan PGAS disebabkan adanya penentuan harga jual (pricing) yang teregulasi, maka harus memperhatikan regulasi pemerintah.
Farras melihat, AKRA akan membukukan pendapatan yang meningkat signifikan dari segmen kawasan Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), meskipun memang distribusi minyak akan tetap menjadi porsi yang dominan pada pendapatan AKRA.
Samuel Sekuritas memproyeksi pendapatan AKRA bisa bertumbuh menjadi Rp 26 triliun dengan laba bersih sebesar Rp 1.1 triliun. Namun, terdapat sentimen negatif bagi AKRA yang perlu diperhatikan, diantaranya yakni dari segi volume distribusi bahan bakar minyak serta realisasi penjualan lahan JIIPE.
Sementara untuk PGAS, emiten pelat merah ini dinilai akan terdampak oleh Keputusan Menteri no.134K/2021 yang akan meningkatkan distribusi gas PGAS menjadi sekitar 992 BBTUD, tetapi dengan distribution fee yang lebih tertekan di sekitar US$ 1,7 sampai US$ 2,0 per MMBTU.
Keputusan menteri ini dinilai Farras tetap positif. “Ditambah dengan PGAS yang akan masuk ke bisnis liquified natural gas (LNG) dan petrokimia yang akan semakin mendorong profitabilitas,” terang Farras kepada Kontan.co.id, Jumat (25/2). Hanya saja, investor perlu memperhatikan aspek regulasi pemerintah, dan kinerja dari Saka Energy yang saat ini masih menjadi cost center bagi PGAS.
Samuel Sekuritas merekomendasikan saham AKRA di harga Rp 990 per saham dan saham PGAS di target harga Rp 1.800 per saham.
Sementara Timothy menilai, kinerja PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) seharusnya bisa terbantu dengan momentum kenaikan harga minyak saat ini. Sebab, MEDC juga memiliki segmen penjualan minyak, walaupun memang mayoritas masih berupa penjualan gas.
MEDC diketahui telah menandatangani perjanjian untuk mengakuisisi 100% saham dari Conoco Phillips (CPHL) yang memiliki wilayah kerja Blok Corridor senilai US$ 1,4 miliar, yang akan didanai melalui kas internal dari penerbitan obligasi sebanyak US$ 400 juta, pinjaman amortisasi US$ 450 juta, serta kas senilai US$ 505 juta.
Timothy menyebut, akuisisi Blok Corridor sejalan dengan visi MEDC untuk mengurangi intensitas emisi dan mencapai net zero emission di tahun 2050. Pengeboran gas alam dinilai memiliki nilai karbon yang lebih rendah. Hal ini juga akan menjadi diversifikasi pendapatan MEDC.
Lini bisnis gas alam dapat menjadi sumber pendapatan tetap, dimana harga jual gas relatif lebih stabil, seiring dengan kontrak jangka panjang yang telah disepakati dengan pelanggan.
Panin Sekuritas merekomendasikan beli saham MEDC dengan menaikkan target harga menjadi Rp 800 dari sebelumnya di harga Rp 560. Outlook positif saham MEDC didorong oleh sejumlah faktor.
Pertama, bisnis yang terdiversifikasi oleh segmen kelistrikan dan juga tambang mineral. Kedua, meningkatnya target produksi migas menjadi 155 MBOEPD tahun ini seiring dengan akuisisi blok koridor dari CPHL.
Nantinya, produksi gas MEDC semakin mendominasi menjadi 78% dari total produksi, dimana pada 2021 produksi gas sebesar 62%. Ketiga, posisi neraca MEDC yang membaik dengan menurunnya net gearing di level 1,7 kali pada sembilan bulan pertama 2021.