Kalah berperkara, pengadilan tinggi Singapura minta Humpuss (HITS) bayar US$ 205 juta

24 Juli 2019 | Sumber: kontan

Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kabar mengejutkan datang dari Singapura.  Pengadilan Tinggi Singapura memerintahkan PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk (HITS) untuk membayar lebih dari US$ 205 juta dalam perkara pailit PT Humpuss Sea Transport Pte Ltd (HST).

Dikutip dari Straitstimes.com, 17 Juli 2019, perusahaan yang didirikan putra bungsu mantan Presiden Soeharto, Hutama Mandala Putra alias Tommy itu kalah berperkara dengan Borelli Walsh, likuidator kepailitan Humpuss Sea Tranport.  Konsekuensinya, induk usaha HST,  HITS harus membayar sebesar USS 205 juta atau S$ 278,4 juta atau senilai Rp 2,05 triliun ke Borelli. Dalam kurs rupiah Rp 14.000, nilai ini setara Rp 2 triliun lebih.

Perinciannya: sebesar US$ 170,3 juta, di luar bunga sejak tahun 2014 ditambah biaya pengadilan yang dibebankan sebesar SGD 649.815.  

Atas putusan itu, pengadilan tinggi Singapura memberikan batas waktu  bagi HITS untuk banding terhitung 30 hari sejak putusan ini diketuk hakim. Jika merujuk dokumen pengadilan yang dilihat Straitstimes, batas waktu bagi HITS banding akan jatuh pada tanggal 25 Juli 2019 ini.

Kepada Kontan.co.id, Presiden Komisaris HITS Theo Lekatompessy mengatakan, HITS tidak mengakui utang itu. Pasalnya, dua anak usaha HITS yang berperkara dengan Borelli patuh terhadap hukum Indonesia. “Dua anak usaha kami berbadan hukum Indonesia, harus patuh dengan hukum Indonesia,” ujar Theo.

Utang itu, kata Theo, telah diselesaikan dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Pengadilan Niaga, Jakarta Pusat. Dalam skema one obligor, semua kreditur sepakat merestrukturisasi utang anak usaha HITS, termasuk HST dalam perkara dengan Empire Group. “Mereka saat itu tidak datang, tapi kami mengakui utang Humpuss Sea Transport ke Empire Group,” tandas Theo.

Dalam PKPU November 2012 yang disepakati semua, pihak HITS mengakui adanya utang Humpuss Transportasi Kimia (HTK) kepada HST senilai US$ 52,77 juta yang akan diselesaikan pada tahun 2033.  “Masalahnya HST melalui likuidatornya tidak mau mengikuti proses ataupun mengakui keberadaan PKPU,” ujar Theo.  Walhasil, sebagai perusahaan yang tunduk dengan hukum Indonesia, HITS memilih berpegang dengan putusan PKPU itu.