Penyebab Kinerja Emiten Grup Salim INDF dan ICBP Tertekan di Semester I 2022

1 September 2022 | Sumber: kontan

Reporter: Yuliana Hema | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Roda bisnis Grup Salim berjalan lambat. Kondisi itu tercermin dari kinerja emiten Grup Salim pada pada semester I 2022.

Semisal PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) pada  semester I-2022, laba bersih INDF turun 16% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp 2,90 triliun dari Rp 3,43 triliun.

Penurunan laba itu membuat margin laba bersih INDF pada semester I-2022 menukik secara tahunan dari 7,3% menjadi 5,5%. Tak terkecuali margin laba usaha INDF, mengempis menjadi 16,7% dari 17,9% pada semester pertama 2021.

Ironisnya, tergerusnya laba Indofood terjadi ketika penjualannya tumbuh secara tahunan. Penjualan neto konsolidasi INDF di semester satu tahun mencapai Rp 52,79 triliun.

Nilai ini tumbuh 12% dari penjualan di periode serupa tahun lalu Rp 47,29 triliun. Laba usaha INDF juga tercatat naik 4% menjadi Rp 8,83 triliun dari Rp 8,49 pada Juni 2021.

Jebloknya kinerja Indofood diikuti oleh entitas anak usahanya, yakni PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP). Pada semester I-2022, laba bersih ICBP menukik sekitar 40% menjadi Rp 1,93 triliun. Padahal, pada semester I-2021, laba bersih ICBP tembus Rp 3,22 triliun.

Anthoni Salim, Direktur Utama & Chief Executive Officer Indofood menjelaskan, penurunan laba Indofood dipicu kenaikan berbagai harga komoditas.

"Penurunan laba bersih dikarenakan naiknya rugi selisih kurs yang belum terealisasi dari kegiatan pendanaan," kata Anthoni dalam keterangannya, Rabu (31/8).

Namun, Anthoni tidak membeberkan kegiatan pendanaan yang dilakukan perseroan ini. Yang terang, berdasarkan laporan keuangan emiten ini, beban pokok penjualan INDF naik 16% (yoy) jadi Rp 36,48 triliun dari Rp 31,39 triliun.

Kenaikan beban penjualan pokok penjualan juga dialami ICBP. Pada periode Januari hingga Juni 2022, beban pokok penjualan ICBP melejit 25% secara tahunan menjadi Rp 22,19 triliun. Kenaikan sejumlah pos beban ini, memberikan kontribusi terhadap turunnya laba INDF dan ICBP.

Cheril Tanuwijaya, Head Of Research Jasa Utama Capital Sekuritas menilai, penurunan kinerja INDF dan ICBP tertekan kenaikan harga komoditas.

Ini terutama, melambungnya harga gandum di pasar dunia. "Gandum merupakan bahan pokok mi instan dengan porsi yang besar. Harga komoditas gandum sudah naik 15% (yoy)," jelas Cheril kepada Kontan, Rabu (31/8).

Meski begitu, Cheril menilai, prospek saham duo emiten Grup Salim masih cerah. Sebab, harga gandum sudah dalam tren menurun. "Selain itu, mi instan produksi Indofood memiliki brand kuat hingga ke luar negeri. Jadi, kinerja sahamnya masih berpotensi tumbuh," papar Cheril.

Roger MM, Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, berpendapat, pelaku pasar masih mencermati kinerja Indofood. Situasi ini menentukan pergerakan harga saham INDF dan ICBP.

"Jadi, jangan terlalu agresif mengakumulasi dulu, tunggu diskon," kata dia.

Analis Kanaka Hita Solvera WIlliam Wibowo merekomendasikan buy on weakness saham INDF dengan support di 6.000 dan resistance Rp 6.650. Lalu, buy on weakness saham ICBP dengan support Rp 7.775 dan resistance Rp 8.900.

Sementara itu, Cheril merekomendasikan beli INDF dengan target harga Rp 6.650 dan buy saham ICBP dengan target harga Rp 8.675 per saham.

Pada perdagangan Rabu (31/8), saham INDF dan ICBP kompak tersungkur di zona merah. Kemarin, saham INDF ditutup turun 4,23% ke level Rp 6.225 dan ICBP melemah 4,87% ke posisi Rp 8.300.