POJK Baru, Emiten Mau Stock Split dan Reverse Stock Harus Dapat Izin BEI

7 September 2022 | Sumber: kontan

Reporter: Harris Hadinata | Editor: Harris Hadinata

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten kini tidak bisa lagi sembarangan melakukan aksi pemecahan nilai saham (stock split) atau penggabungan saham (reverse stock). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah resmi merilis beleid yang mengatur aksi korporasi tersebut.

Aturan mengenai pemecahan dan penggabungan saham tersebut tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 15/POJK.04/2022 Tentang Pemecahan Saham dan Penggabungan Saham oleh Perusahaan Terbuka. Beleid ini berlaku mulai 22 Agustus kemarin.

Aturan soal stock split dan reverse stock ini memuat berbagai pembatasan baru bagi perusahaan yang berniat melakukan aksi korporasi tersebut. Misalnya, pasal 5 POJK tersebut mengatur, emiten yang hendak melakukan stock split atau reverse stock wajib memperoleh persetujuan prinsip dari Bursa Efek Indonesia (BEI).

Selain persetujuan prinsip ini, emiten juga tetap harus memperoleh persetujuan pemegang saham melalui rapat umum pemegang saham (RUPS). Persetujuan prinsip dari BEI ini harus diperoleh sebelum emiten mengumumkan rencana penyelenggaraan RUPS terkait persetujuan aksi korporasi stock split atau reverse stock tadi. Ini diharapkan bisa menghindarkan investor dari aksi korporasi yang berpotensi merugikan.

Sekadar mengingatkan, sebelum ini ada beberapa aksi stock split atau reverse stock yang dianggap merugikan investor. Misalnya penggabungan nilai saham yang dilakukan PT Bakrie Development Tbk (ELTY) beberapa tahun silam.

Kala itu, usai menggabungkan saham, harga saham jeblok jadi Rp 50 per saham. Investor yang merugi pun bersatu dan membentuk kelompok dengan tujuan menolak pelaksanaan reverse stock.

Dalam bagian penjelasan POJK tersebut, OJK menyebutkan, saat ini belum ada aturan khusus yang mengatur soal aksi korporasi stock split dan reverse stock ini. Padahal cukup banyak perusahaan terbuka yang menggelar aksi korporasi tersebut.

OJK menyebut, aturan ini disusun dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang teratur, wajar, dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Selain itu, beleid ini diharapkan memberikan kepastian hukum dalam pemenuhan hak-hak pemegang saham, perlindungan investor, dan mendukung mewujudkan perdagangan saham yang terjaga dengan baik.