Ramayana (RALS) masih tutup sementara 13 gerai, begini rekomendasi analis

12 Oktober 2020 | Sumber: kontan

Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah perlambatan ekonomi dan turunnya daya beli masyarakat, PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) mesti menutup sementara 13 gerainya.

Kendati demikian, analis RHB Sekuritas Vanessa Karmajaya menilai, tutupnya beberapa gerai milik RALS tidak akan memberi dampak buruk. Ia menyebut, sejatinya toko ritel membuka dan menutup gerai merupakan hal yang wajar dan terjadi setiap tahunnya, terlebih di tengah kondisi seperti saat ini.

“Kami melihat, dari hasil paruh pertama tahun ini, RALS memang melakukan banyak efisiensi untuk menjaga bottom line mereka, jadi penutupan gerai ini memang lebih sebagai langkah efisiensi. Belum lagi, pada kuartal II-2020 RALS juga menurunkan operational expenditures mereka dengan mengurangi biaya pembayaran listrik dan gaji pekerjanya,” ujar Vanessa kepada Kontan.co.id, Senin (12/10).

Vanessa menyebut, secara fundamental RALS sebenarnya masih cukup solid. Hal ini tercermin dari net cash position RALS pada semester I-2020 masih berada di level Rp 2,2 triliun. Level tersebut masih mirip seperti net cash position RALS pada akhir 2019 silam.

Pada paruh pertama tahun ini, kinerja RALS sendiri kurang memuaskan. Hal ini tercermin dari pendapatan yang terkoreksi 57,88% menjadi Rp 1,47 triliun. Padahal pada periode sama tahun lalu RALS masih membukukan pendapatan Rp 3,49 triliun. Laba bersih emiten ritel ini juga turun hingga 99% menjadi Rp 5,46 miliar dari sebelumnya Rp 589,83 miliar.

Analis Sinarmas Sekuritas Paulina dalam risetnya pada 12 Agustus 2020 menuliskan, pendapatan RALS pada semester I-2020 hanya mencapai 44% dari proyeksi total pendapatan pada 2020 dan 37% dari konsensus. Salah satu penyebab merosotnya kinerja RALS pada semester I-2020 diakibatkan oleh periode lebaran tahun ini.

“Periode lebaran, yang biasanya menyumbang 40% dari seluruh penjualan RALS dalam setahun, nyatanya tahun ini justru mengecewakan. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintah kala itu yang menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ketat dan melarang kegiatan mudik,” tulis Paulina.

Paulina menambahkan, target segmentasi RALS yang merupakan low-income juga akan menjadi salah satu katalis negatif ke depan. Pasalnya, segmentasi tersebut perlu waktu lebih lama untuk pulih dari kondisi saat ini. Hal ini disebabkan, target market RALS akan lebih mengutamakan kebutuhan wajib sehari-hari ketimbang pengeluaran diskresioner.

“Kami memperkirakan rata-rata penjualan tiap gerai alias same store sales growth (SSSG) RALS pada tahun ini akan turun 40% sebelum akhirnya kembali tumbuh 25% pada 2021. Pertimbangannya adalah permintaan yang masih cenderung lemah dan tren toko ritel yang sudah mulai menurun. Selain itu, kami juga memperkirakan akan ada penurunan pada gross margin seiring RALS akan banyak melakukan diskon agar bisa menarik lebih banyak pelanggan,” ujar Paulina

Sedangkan untuk katalis positif, Paulina mengatakan, gelontoran stimulus pemerintah yang diharapkan bisa memulihkan daya beli masyarakat bisa jadi angin segar bagi RALS. Mulai dari subsidi gaji tambahan untuk 15,7 juta pekerja yang memiliki pendapatan di bawah Rp 5 juta per bulan, hingga memperpanjang subsidi listrik kepada pengguna 450 dan 900 VA sampai akhir tahun.

“Kendati demikian, kami melihat upaya pemerintah ini hanya bersifat jangka pendek pada harga RALS, namun tidak akan banyak memberi perubahan signifikan terhadap pengeluaran diskresioner seiring masyarakat lebih fokus ke kebutuhan primer," ujarnya.

Paulina masih merekomendasikan netral untuk saham RALS dengan target harga Rp 580 per saham. Senin (12/10), harga saham RALS naik 0,88% ke level Rp 575 per saham.