Saham CPO Berguguran, Dampak Negatif Larangan Ekspor Bersifat Sementara

25 April 2022 | Sumber: investor.id

JAKARTA, Investor.id – Penurunan harga saham emiten perkebunan kelapa sawit berlanjut hingga penutupan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (25/4). Bahkan, sebagian besar emiten sektor ini turun hingga auto reject bawah (ARB).

Berdasarkan data BEI, berikut beberapa saham yang mengalami ARB, yaitu Saham PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG), PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG), PT Cisadane Sawit Raya Tbk (CSRA), PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT Gozco Plantations Tbk (GZCO), PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP), dan PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT).

Meski tidak ARB, saham CPO ini turun dalam, seperti saham PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS), PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), PT Smart Tbk (SMAR), PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO), dan PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA).

Penurunan dalam saham sektor perkebunan dan CPO dipicu atas kebijakan Presiden Joko Widodo untuk menghentikan ekpor CPO dan minyak goreng mulai 28 April 2022. Penghentian dilakukan hingga jangka waktu yang belum ditetapkan pemerintah.

Lalu, bagaimana sebenarnya dampak pelarangan ekspor CPO tersebut terhadap emiten sektor ini? Analis BRI Danareksa Sekuritas Helmy Kristanto mengatakan, larangan ekspor tersebut bakal memicu oversuply CPO dan minyak goreng di dalam negeri. Penurunan akan berimbas terhadap harga pembelian tandan buah segar (TBS) sawit dari tingkat petani.

Pihaknya menilai pelarangan ekspor tersebut dilakukan sejalan dengan peluang adanya transisi aturan baru terkait suplai CPO untuk kebutuhan minyak goreng di dalam negeri. Nantinya perubahan tersebut akan membuat tingkat penjualan CPO di pasar dalam negeri bisa lebih besar.

“Larangan ekspor ini akan berdampak negatif terhadap harga saham emiten CPO dalam jangka pendek. Namun ke depan, harga CPO diprediksi bisa lebih tinggi setelah larangan ekpor dicabut,” tulisnya dalam riset yang diterbitkan di Jakarta.

Lebih lanjut, dia mengatakan, pelarangan ekspor tersebut diharapkan berdampak terhadap peningkatan suplai minyak goreng domestik, sehingga harga jual produk ini bisa ditekan dan akhirnya inflasi bisa diredam. Berdasarkan hasil analisa, setiap penurunan harga minyak goreng mencapai 1%, inflasi diprediksi bisa turun hingga 0,15%.

Terkait dampak terhadap neraca perdagangan Indonesia, dia mengatakan, bakal menekan neraca perdagangan. Namun demikian cadangan devisi Indonesia masih tergolong aman hingga Maret 2022 mencapai US$ 139 miliar. Apalagi diperkirakan defisit neraca perdagangan cenderung turun.

Dampak Positif

Pelarangan ekspor CPO, menurut Helmy, juga bakal berdampak positif terhadap emiten sektor konsumsi dan pakan ternak. Berdasarkan data, harga kedelai langsung turun setelah pemerintah melarang ekspor CPO. Penurunan tersebut akan berimbas positif terhadap industri pakan ternak.

Pelarangan tersebut juga akan berimbas positif terhadap emiten sektor konsumsi dengan peluang penurunan bebabn produksi. Di antaranya PT Mayora Indah Tbk (MYOR) dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) akan menjadi emiten barang konsumsi yang paling diuntungkan atas keputusan tersebut.

“Kami memperkirakan kebijakan tersebut bisa menaikkan margin keuntungan emiten tersebut. Sedangkan terkendalinya inflasi akan menjaga daya beli masyarakat, sehingga konsumsi tetap naik,” terangnya.

Editor : Parluhutan (parluhutan@investor.co.id)

Sumber : Investor Daily